GASTRITIS
Gastritis merupakan suatu
peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, atau kronik yang
masing-masing akan dijelaskan secara terpisah.
1. GASTROPATI EROSIF AKUT
Gastropati erosif akut adalah
penyakit lambung yang sering terjadi. Secara endoskopi dicirikan oleh mukosa
yang mengalami hyperemia difus, dengan ulkus dan erosi permukaan yang banyak
dan kecil ( catatan : erosi adalah
pengelupasan permukaan epitel dengan bagian dalam mukosa tetap utuh ; ulkus
mencakup pengelupasan seluruh ketebalan mukosa ). Secara mikroskopis, terdapat
cidera dan pengelupasan epitel permukaan dan berbagai nekrosis kelenjar
superficial. Perdarahan dapat terjadi pada lamina propria ( gastritis hemoragia
akut ). Ulkus dalam yang meluas ke dinding dan menyebabkan perforasi sangat
jarang terjadi.Tidak terdapat sel-sel radang dalam jumlah yang banyak.( Istilah
sebelumnya – gastritis akut- merupakan istilah yang salah ). Pada fase
penyembuhan, regenerasi sel epitel terjadi dengan cepat. Pada beberapa kasus,
gambaran regenerasi mendominasi (gastropati reaktif).
1.1 Etiologi dan Patogenesis
Dasar penyebab gastropati erosive
akut adalah kerusakan epitel lambung. Banyak factor etiologi telah ditemukan
tetapi pada kebanyakan kasus, mekanisme terjadi nya kerusakan tidak diketahui.
a.
Obat-obatan
Obat-obatan
merupakan penyebab tersering gastropati erosive akut . Obat anti inflamasi
nonsteroid (NSAID) seperti aspirin,
ibuprofen, dan kortikosteroid merupakan penyebab paling potensial. Obat-obatan
ini mungkin menghambat sintesis prostaglandin pada mukosa yang menyebabkan mukosa
lebih peka terhadap asam.
b.
Bahan
Kimia Toksik yang Bekerja di Lumen
Etil
alcohol menyebabkan gastropati akut yang paling sering terjadi setelah minum
banyak alcohol. Kelainan mukosa pada gastritis peminum alcohol berupa
pendarahan pada lamina propria. Refluks cairan empedu dipercaya toksik bagi
muksa lambung tetapi refluks ini sering terjadi pada orang normal tanpa
menimbulkan perubahan mukosa lambung. Refluks empedu yang parah terjadi setelah
gastrektomi parsial dengan pengambilan pylorus, dapat menyebabkan gastropati.
c.
Stres
Berbagai
tipe stress dapat menyebabkan gastropati erosive akut. Luka bakar (ulkus
curling), infark miokardial, lesi interkranial (ulkus cushing), dan masa
pascaoperasi merupakan beberapa keadaan stress yang sering dihubunngkan dengan
erosi lambung. Kortikosteroid endogen juga dapat menyebabkan hal ini.
d.
Kemoterapi
Kemoterapi
( pada infus arteri hepatik obat-obatan sitotoksik tertentu) dapat menyebabkan
keracunan mukosa secara langsung.
e.
Iskemia
Iskemia
mukosa yang mungkin terlibat dengan pathogenesis gastropati erosive dapat
disebabkan oleh syok yang mengakibatkan vasokontriksi berat pada sirkulasi
splanknik. Hipertensi portal juga dapat mengakibatkan kongesti vena dan
kelemahan vascular yang menyebabkan gastropati. Ektasia vascular antral gaster
yang disebabkan oleh prolaps mukosa antral juga dapat menyebabkan gastropati
akibat kelemahan vascular.
1.2 Gambaran Klinis
Gambaran klinis ringan adalah
asimtomatik atau disertai dengan dyspepsia ringan. Nyeri epigastrium, seperti
rasa mual dan muntah muncul pada kasus sedang dan parah. Perdarahan lambung
akut menyebabkan hematemesis dan melena yang merupakan gejala paling bermakna;
gejala ini muncul biasanya pada kasus yang disebabkan oleh obat-obatan, stress,
syok, dan kemoterapi arteri hepatica. Perdarahan ini pada beberapa kasus dapat
membahayakan jiwa.Terapi ialah dengan menghilangkan factor etiologi,
obat-obatan penekan sekresi asam dan pemberian cairan bila perdarahan terjadi.
2. GASTRITIS KRONIS
Gastritis
kronis didefenisikan secara histologist sebagai peningkatan jumlah limfosit dan
sel plasma pada mukosa lambung ( Chandrasoma , 1994 ). Gastritis kronis juga
didefenisikan sebagai peradangan mukosa kronis yang akhirnya menyebabkan atrofi
mukosa dan metaplasia epitel ( Kumar, 1971) .
Derajat paling ringan gastritis
kronis adalah gastritis superficial kronis yang mengenai bagian sub epitel
disekitar cekungan lambung. Kasus yang lebih parah juga mengenai
kelenjar-kelenjar pada mukosa yang lebih dalam; hal ini biasanya berhubungan
dengan atrofi kelenjar (gastritis atrofi kronis) dan metaplasia intestinal.
Sebagian besar kasus gastritis kronis merupakan salah satu dari dua tipe – tipe
A dan tipe B . Terdapat beberapa kasus gastritis kronis yang tidak tergolong
dalam kedua tipe tersebut dan penyebabnya tidak diketahui.
Gambaran
klinis
Gastritis kronis biasanya tidak
atau sedikit menimbulkan gejala;dapat muncul rasa tidak enak pada abdomen atas
serta rasa mual dan muntah. Apabila pada gastritis autoimun terjadi banyak
kehilangan sel parietal, biasanya hipoklorhidria atau aklorhidria (mengacu pada
kadar asam hidroklorida di lumen lambung) dan hipergastrinemia. Pengidap
gastritis kronis akibat penyebab lain mungkin mengalami hipoklorhidria, tetapi
karena sel parietal tidak hilang sama sekali, para pasien ini tidak mengalami
aklorhidria atau anemia pernsiosa.
Tabel 01 Gastritis kronis. Perbandingan
antara tipe A (autoimun) dan tipe B (antral, berhubungan dengan Helicobacter
pylori)
Pembeda
|
Tipe
A
|
Tipe
B
|
Etiologi
|
Autoimun
|
Helicobacter pylori
|
Daerah yang banyak
terlibat
|
Korpus dan fundus
|
Atrium pilorus
|
Gambaran endoskopis
|
Perbedaan tidak jelas
|
Perbedaan tidak
jelas
|
Sel radang
|
Limfosit, sel
plasma
|
Limfosit, netrofil,
sel plasma
|
Atrofi mukosa
|
+
|
+
|
Metaplasia
intestinal
|
+
|
+
|
Resiko kanker
|
++
|
+
|
Hubungan dengan
kanker*
|
Tinggi
|
Rendah
|
Sekresi asam
|
Menurun atau tidak
ada
|
Normal,meningkat,atau
menurun
|
Gastrin serum
|
Meningkat
|
Biasanya normal
|
Hiperplasia sel
endrokin
|
++
|
-
|
Autoantibodi serum
|
+(>90%)
|
-
|
Infeksi
Helicobacter pylori
|
-
|
+(60-70%)
|
Hubungan dengan
ulkus peptikum
|
Ulkus tidak ada
|
Tinggi
|
Vitamin B12 serum
|
Rendah
|
Normal
|
Anemia megaloblastik
|
+
|
-
|
*meskipun resiko kanker rendah
pada tipe B jika dibandingkan dengan tipe A,tingginya insidensi gastritis tipe
B pada populasi menyebabkan tipe B lebih sering dihubungkan dengan kanker
lambung dibandingkan gastritis kronis tipe A
2.1 Gastritis Kronis Tipe A ( Tipe
Autoimun yang Dihubungkan dengan Anemia Pernisiosa )
Anemia pernisiosa disebabkan oleh
kegagalan absorbs vitamin B12 karena kekurangan faktor intrinsik akibat
gastritis kronis autoimun. Autoimunitas secara langsung menyerang sel parietal
pada korpus dan fundus lambung yang menyekresikan faktor intrinsik dan asam.
Terdapat beberapa mekanisme autoimun :
1)
Respon
yang diperantai sel T menyerang sel parietal, dan
2)
Respon
humoral yang berkaitan dengan keberadaan 3(tiga) serum autoantibodi berbeda
yang memiliki nilai diagnostik yaitu,
a)
Dalam
90%, antibodi sel anti-parieal (juga disebut antibodi kanalikular parietal);
b)
Dalam
75%, antibodi penghambat faktor intrinsik (mengganggu faktor intrinsic yang
membentuk kompeks dengan diet yang mengandung vitamin B13)
c)
Dalam
50%, antibodi pengikat faktor intrinsik (berikatan dengan kompleks faktor
intrinsik- vitamin B12)
Antibodi yang melawan faktor
intrinsik juga terdapat dalam cairan lambung. Sejumlah kecil penderita anemia
pernisiosa kekurangan antibodi tersebut. Anemia pernsiosa juga dihubungkan
dengan penyakit autoimun kelenjar tiroid dan adrenal.
Reaksi
autoimun bermanisfestasi sebagai sebukan limfomaplastik pada mukosa sekitar sel
parietal, yang secara progresif berkurang jumlahnya. Netrofil jarang dijumpai
dan tidak dijumpai H. pylori. Mukosa fundus dan korpus menipis dan
kelenjar-kelenjar dikelilingi oleh sel mucus yang mendominasi. Mukosa sering
memperlihatkan metaplasia intestinal yang ditandai dengan adanya sel goblet dan
sel paneth. Pada stadium akhir, mukosa menjadi atrofi dan sel parietal
menghilang ( gastritis kronis tipe A). Target respons imun sudah dihancurkan
sehimgga sel imun menjadi berkurang jumlahnya pada stadium ini, yang
kadang-kadang disebut sebagai sebagai atrofi gaster sederhana. Akibat-akibat
fungsional adalah sebagai berikut :
1)
Kegagalan
sekresi asam (akhlorhidria) karena kehilangan sel parietal. Hal ini menyebabkan
penigkatan kadar serum gastrin dan menyebabkan hyperplasia sel neuroendokrin
pada mukosa lambung. Pada beberapa pasien, dapat tumbuh tumor karsinoid kecil
multiple.
2)
Kegagalan
absorbs vitamin B12 karena kecacatan sekresi faktor intrinsic atau penghambatan
faktor intrinsic yang membentuk kompleks dengan vitamin B12 (antibody
penghambat) atau hambatan absorbsi kompleks faktor intrinsic-vitamin B12
(antibody pengikat).
Kegagalan absorbs B12 menyebabkan
manifestasi hematologi (anemia megaloblastik) dan neurologi (degenerasi saraf
subakut terkombinasi) sebagai manifestasi anemia pernisiosa. Pasien anemia
pernisiosa mengalami peningkatan insidensi kejadian karsinoma lambung-
contohnya, gastritis kronis autimun tipe A adalah lesi pramaligna.Sel epitel
mennjukkan peningkatan derajat dysplasia sebelum muncul kanker. Surveilan
endoskopi secara teratur dengan
biopsi diindikasikan unntuk semua
pasien anemia pernisioasa; pengenalan dysplasia derajat tinggi pada biopsy
merupakan indikasi untuk reseksi lambung profilaktik.
2.2.
Gastritis
Kronis Tipe B ( Gastritis Antrum Kronis; Gastritis Helicobacter pylori)
Gastritis kronis tipe B berhubungan
erat dengan H. pylori. Pada 60-70% pasien, didapatkan H. pylori pada pemeriksaan histologist atau
kultur biopsy. Pada banyak pasien yang tidak didapati organisme ini,
pemeriksaan serologisnya memperlihatkan antibody terhadap H. pylori yang menunjukkan
bahwa sudah ada infeksi H. pylori sebelumnya.
Gastritis kronis tipe B secara
maksimal melibatkan bagian antrum, yang merupakan tempat predileksi H. pylori.
Kasus-kasus dini memperlihatkan sebukan limfoplasmatik pada mukosa lambung superficial.
Infeksi aktif H. pylori hampir selalu berhubungan dengan munculnya netrofil
baik pada propria ataupun pada kelenjar mucus atrum. Pada saat lesi berkembang,
peradangan meluas yang meliputi mukosa dalam dan korpus lambung. Keterlibatan
mukosa bagian dalam menyebakan dekstrusi kelenjar mucus antrum dan metaplasia
intestinal (gastritis atrofik kronis tipe B). H. pylori tidak dapat hidup
ditengah-tengah epitel usus. Hiperplasia limfoid reaktif (dicirikan oleh
folikel reaktif di dalam mukosa) sering dijumpai.
Sebagian
besar pasien gastritis kronis tipe B – bahkan gastritis atrofik yang parah-
tidak menunjukkan gejala. Rasa nyeri dan sedikit tidak enak pada epigastrum,
mual dan anoreksia juga bisa terjadi, terutama pada peradangan aktif. Gambaran
endoskopi dapat berupa berkurangnya atau tidak tampaknya lipatan rugae yang
normal. Hiperplasia limfoid dapat menyebabkan penebalan rugae dan nodularitas.
Sedikit sekali hubungan antara kemunculan gejala, gambaran endoskopi dan
histologi gastritis; 30% pasien dengan mukosa lambung normal tampak sebagai
gastritis kronis pada pemeriksaan endoskopi.
Pasien gastritis kronis tipe B
mengalami peningkatan insidensi kanker lambung. Resiko sangat rendah dan tidak
diperlukan pengawasan secara teratur pada semua pasien gastritis kronis tipe B,
tetapi insidensi gastritis kronis tipe B begitu tinggi pada populasi sehingga
sejumlah besar karsinoma lambung dapat terjadi pada pasien gastritis kronis
tipe B, yaitu sebesar >80% insidensi infeksi H. pylori pada penderita
karsinoma lambung.
3. PENYAKIT MENETRIER ( GASTRITIS
HIPERTROFIK; HIPERTROFIK RUGAE)
Penyakit menetrier adalah suatu
penyakit yang jarang terjadi dan penyebabnya belum diketahui, yang terjadi pada
pasien laki-laki berusia diatas 40 tahun. Penyakit ini ditandai dengan
penebalan lipatan rugae lambung yang hebat yang tampak baik secara radiologis
maupun secara endoskopis. Hiperplasia dan dilatasi kistik kelenjar muskus
bersama dengan proliferasi otot polos pada mukosa muskularis, memperlihatkan
kemungkinan penyakit ini sebagai lesi hamartoma. Sebagian besar pasien penyakit
menetrier mengalami sekresi asam yang berkurang atau normal. Produksi mucus
lambung yang berlebih menyebabkan peningkatan kehilangan protein pada usus.
Pada gambaran sesungguhnya penyakit ini, enteropati dengan kehilangan protein
merupaka gambaran yang selalu ada.
Pembesaran lipatan mukosa lambung
juga dapat terjadi pada neoplasma lambung, yaitu pada limfoma maligna dan
karsinoma lambung, pada sindrom Zollinger-Ellinson, hipertrofi sel-sel parietal
berkaitan dengan hipersekresi asam; dan pada gastroenteritris eosinofilik.
DAFTAR
PUATAKA
Chandrasoma,Parakrama, dkk :1995.Ringkasan Patologi Anatomi, Jakarta:EGC
Kumar,Vinay,
dkk: 2004. Buku Ajar Patologi,
Jakarta: EGC
Nurchasanah:
2009.Ensiklopedi Kesehatan Wanita,
Yogyakarta: Familia
Price,
Sylvia A, dkk: 1994. Patofisiologi,
Jakarta: EGC